KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA BISA DITUNTUT PIDANA
Berdasarkan informasi yang beredar, ada beberapa aktivis yang ditahan di Bareskrim Mabes Polri yang positif terpapar Covid-19. Pada hal mereka masuk dalam ruang tahanan Bareskrimdalam kondisi sehat. Hanya satu, yang ketika masuk dalam keadaan sakit, yaitu Jumhur Hidayat, yang ketika ditangkap baru menjalani operasi batu empedu.
Sementara pemerintah melalui KEMENKUMHAM mengambil kebijakan untuk membebaskan puluhan ribu NAPI dari penjara, dengan alasan adanya kekawatiran akan penularan COVID-19. Tetapi dilain pihak justru banyak aktivis yang dijebloskan dalam tahanan, diantaranya adalah para pelaku unjuk rasa dan para aktivis pergerakan. Yang sesungguhnya, sebagian besar dari mereka hanya menyuarakan adanya ketidak adilan dan penegakkan hukum yang diskriminatif.
Oleh karena itu, banyak pengamat, politisi, praktisi, akademisi, NGO, termasuk institusi pengawasan tugas Kepolisian dan HAM menyatakan keberatan terhadap kebijakan pemerintah yang membebaskan puluhan ribu NAPI dan memasukan aktivis dalam ruang tahanan. Yang akhirnya banyak aktivis yang ditahan terpapar Virus Covid-19. Sungguh sangat sulit diterima oleh akal sehat.
Apalagi ada salah satu aktivis yang dimasukan dalam ruang tahanan dalam keadaan masih belum sehat benar. Ketika ditangkap aktivis tersebut baru saja selesai menjalani operasi, tetapi tetap ditahan. Tanpa mempertimbangkan aspek kemanusiaan dan keadilan. Banyak tokoh yang memberikan jaminan penangguhan penahanan, tetapi tidak bisa merubah kebijakan dari Bareskrim Mabes Polri .
Sungguh sangat disesalkan, jikalau penahanan terhadap para aktivis tersebut mengakibatkan banyak yang terpapar Covid-19. Apalagi jikalau sampai ada yang meninggal dunia, maka pemerintah tidak boleh cuci tangan. Pemerintah harus bertanggungjawab baik secara politik, hukum dan kemanusiaan.
Oleh karena itu, menyikapi tragedi tersebut Presidium KAMI meminta Polri, agar demi keadilan dan kemanusiaan, Mabes Polri segera menyelamatkan semua aktivis yang ditahan. Tentunya dengan cara membebaskan mereka. Karena dari perspektif hukum, kurang cukup beralasan untuk menuntut dan atau terus melakukan penahanan. Terbukti sejak berkasnya dikembalikan oleh Kejaksaan Agung perkara belum juga P.21. Setidak-tidaknya menangguhkan penahanan terhadap mereka dan khusus yang terpapar Covid-19 segera dibantar ke Rumah Sakit atau diisolasi secara mandiri.
Sumber : Kompas.com |
Dan yang tidak kalah pentingnya Bareskrim Mabes Polri harus segera mensterilkan ruang tahanan tempat para aktivis ditahan. Karena ruang tahanan para aktivis tersebut telah terbukti terpapar Covid -19.
Jikalau Mabes Polri tetap menahan mereka, dan menimbulkan kematian para aktivis yang menghuni tahanan Bareskrim Mabes Polri tersebut karena Covid-19, maka Kepolisian Republik Indonesia dapat dituntut secara pidana atas peristiwa a quo. Juga bisa dituntut karena pelanggaran HAM secara sengaja dan sistematis.
Seharusnya 22 tahun REFORMASI, arogansi kekuasaan sudah diakhiri. Keadilan sudah bisa dirasakan oleh semua. Obrolan Wong Cilik semakin gayeng. Kabeh podho gumuyu. Wong gedhe kebak katresnan, wong cilik iso mesem. Sayang, faktanya hukum masih suka-suka, keadilan jungkir balik. Wong Cilik mung dadi dingklik. Memang keadilan sangat mahal dan harus diperjuangkan.
INDONESIA RAYA, 17 NOPEMBER 2020.
Komentar
Posting Komentar