Eksistensi BPIP sebagai institusi pembinaan ideologi PANCASILA, mulai dipertanyakan oleh berbagai kalangan. Karena selama ini, BPIP selaku lembaga pembinaan ideologi PANCASILA, kinerjanya tidak jelas.Hanya gaji dan tunjangan yang jelas.
Lembaga yang memiliki otoritas membumikan PANCASILA ini, seharusnya memiliki daya kritis dan komitmen moral yang tinggi utamanya dalam mengawal dan memandu praktek penyelenggaraan negara yang seirama dengan nilai-nilai dasar PANCASILA.
Setidak-tidaknya, punggawa BPIP mengawal dan memandu terjaganya nilai-nilai ke Tuhanan, terjaganya nilai-nilai kemanusiaan, terjaganya nilai-nilai keadilan, terjaganya nilai-nilai kebersaman dan persatuan, terjaganya nilai-nilai demokrasi yg menjunjung tinggi hikmah dan kearifan, serta terjaganya nilai-nilai keadilan sosial tanpa adanya kesenjangan yang sangat radikal dan ekstrem.
BPIP bukan hanya mengurusi banjir Jakarta. Melainkan mengawal, memotret dan memandu praktek penyelenggara negara dalam menjalankan amanah rakyat. Apakah para aparatur negara /pemerintah dalam menjalankan tugas sudah sesuai dengan nilai-nilai dasar PANCASILA? Itulah antara lain tugas utama para punggawa BPIP.
Jikalau setelah dipotret ternyata auranya tidak mencerminkan nilai-nilai dasar PANCASILA , maka BPIP sudah selayaknya bersuara kritis, mengingatkan dan mengarahkan agar para penyelenggara negara dan pemerintahan kembali pada nilai-nilai dasar PANCASILA. Sehingga rakyat tulus dan iklas, jikalau punggawa BPIP mendapat gaji dan tunjangan ratusan juta, kalau perlu ditambah dengan fasilitas jabatan yg lain..
Oleh karena itu, menjadi kewajiban moral bagi para Punggawa BPIP, ketika banyak petinggi negara yang terlibat berbagai skandal korupsi dan pelanggaran HAM yang memilukan, BPIP harus bersuara nyaring. Setidak-tidaknya, mulai dari skandal Jiwasraya, Asabri, Madam Bansos, Harun Masiku, Joko S.Tjandra, Teluk Jakarta, RS Sumberwaras, peristiwa KM 50, Peristiwa Cengkareng, praktek diskriminasi hukum yang sangat telanjang, dan seterusnya.
Dari berbagai praktek penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang semakin jauh dari nilai-nilai universal yang terkristalisasi dalam dasar negara PANCASILA tersebut, para punggawa BPIP tidak boleh tutup mata. Apalagi diam, atau pura-pura tidak tahu. BPIP tidak boleh dikalahkan oleh ICW, KONTRAS, LOKATARU, MAKI, yang para aktivisnya tidak dibayar oleh negara. BPIP harus bersuara kritis ketika menyaksikan berbagai kemungkaran dan kedzaliman yg terjadi di depan mata kita semua.
Sungguh sangat disesalkan dan terlalu mahal, jikalau para punggawa BPIP yang dibayar ratusan juta tiap bulan, hanya DIAM, ketika menyaksikan berbagai praktek penyelenggaraan negara yang menyimpang jauh dari nilai-nilai dasar PANCASILA.
Sudah waktunya punggawa BPIP menjalankan fungsi sebagai begawannya PANCASILA. Jangan sampai ada yang ikut-ikutan menjadi BUZZER perusak demokrasi, yang selalu menunggu DKI dilanda banjir. Dan ketika DKI benar-benar diterjang banjir, para BUZZER brekat ramai-ramai, saut-sautan, tong teot-teot teblung, sambil menari dan mencaci maki Gubernur Anies dengan girang-gemirang.
Ini bukan berarti Gubernur Anies nggak boleh dikritik, silakan dikritik habis-habisan. Toh setiap saat Gub Anies sudah terbiasa dihujani kritik. Bahkan difitnah, dibully, dan dihinakan. Semua kritik dan hujatan dijawab dengan kinerja dan sederet prestasi yg mencengangkan. Tidak ada seorang pun pengkritik yang dipolisikan. Tapi jangan seperti Romo Benny, yang hanya kasih solusi buat Anies, perihal penanganan banjir Jakarta, tirulah Ahok! Dia tidak menjelaskan apanya yang ditiru? Kata Rizal Ramli. Untuk itu, ada baiknya baca rekam jejak degital AHOK, atau baca buku yang ditulis oleh DR. MARWAN BATUBARA, yg berisi sederet dugaan kasus korupsi AHOK.
Sudah saatnya BPIP tidak terjebak oleh hiruk pikuk politik yang semakin jauh dari nilai-nilai universal yang terkandung dalam PANCASILA. Ingatkan para penyelenggara negara, ingatkan pemerintah dalam mengelola anggaran negara. Ingatkan pula aparat penegak hukum dalam menegakkan keadilan, jangan sampai ada peluru yang dibeli dari uang rakyat disalah gunakan, atau untuk menembaki rakyat yang tidak berdosa.
Silakan kritisi banjir. Tapi jangan pakai kacamata kuda. Tanpa mengkritisi pemberian berbagai ijin pembukaan hutan, pertambangan, dan penggundulan hutan yang semakin ekstrem. Kalau BPIP hanya seperti itu, wajar jikalau RAKYAT mulai mempertanyakan, untuk apa BPIP diadakan?. Lebih baik BPIP dilikwidasi. Selanjutnya anggaran BPIP, termasuk ratusan juta gaji dan tunjangan punggawa BPIP dialihkan saja untuk tambahan honorarium PTT, GTT dan upah buruh yang sebagian besar masih jauh dari UMR.
INDONESIA RAYA, 27 Februari 2021
SUPARNO M JAMIN ( Punokawan ITB-Per )
Komentar
Posting Komentar